Gerakan Memotret Diri Sendiri, Introspeksi

Oleh: RD. Ardus Endi

 

Bapak/Ibu, Saudara/-I, yang terkasih dalam Kristus Tuhan…

Pada hari ini bersama Gereja sejagat, kita memasuki Hari Minggu Biasa ke-VIII. Gereja Katolik menempatkan bacaan-bacaan suci hari ini (Bacaan I: Sir. 27:4-7; II: 1Kor. 15:54-58; Injil: Luk. 6:39-45). Sejujurnya, ada begitu banyak nasehat dan wejangan spiritual yang termaktub dalam bacaan ketiga pada hari minggu ini, namun saat ini saya hanya fokus pada narasi Injil. Apabila kita membaca dengan seksama, dan mencermati dengan teliti, kurang lebih ada dua pesan utama yang ditekankan Yesus dalam Injil:

Pertama , pentingnya introspeksi diri. Introspeksi adalah suatu tindakan atau tindakan sadar untuk memotret diri sendiri. Introspeksi adalah gerakan menukik lebih dalam dan melihat lebih jauh pada diri sendiri. Atau dengan kata lain, introspeksi adalah jalan kembali ke dalam diri, jalan pulang untuk kembali menemukan jati diri yang sejati. Ringkasnya, ajakan untuk mengintrospeksi diri berarti ajakan untuk selalu menoleh, melihat dan membuka diri kita terlebih dahulu, jauh sebelum kita menilai orang lain. Hal ini tentu penting agar kita mampu mengenal diri secara lebih baik. Segala kemampuan, aneka talenta, dan berbagai potensi diri, termasuk segala kelemahan dan keterbatasan dapat dilihat dengan jernih hanya ketika kita berani bertolak ke kedalaman diri kita. Lebih jauh dari itu, inisiatif untuk selalu memotret diri sendiri sangatlah penting agar kita tidak menilai orang lain sebagai yang bukan-bukan. Inilah yang menjadi inti kritikan Yesus, sebagaimana yang terungkap dalam narasi Injil hari ini:

“Kenapa kamu melihat selumbar di dalam mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu sendiri tidak kamu ketahui?…Hai orang munafik, keluarkanlah terlebih dahulu balok dari matamu, maka kamu akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu” (Luk. 6:42). Hal ini senada dengan pesan yang disampaikan oleh Ebit G. Ade dalam sebait lirik lagunya yang berjudul “Untuk Kita Renungkan”: Tengoklah ke dalam sebelum bicara, singkirkan debu yang masih melekat…ho-o singkirkan debu yang masih melekat. Frase “tengoklah ke dalam” merupakan sebuah ajakan bagi kita agar lebih mawas diri, dan harus aktif bercermin pada diri sebelum melakukan penilaian dan mengukur orang lain, Mengutip detikpapuanet.

Kedua , ajakan Yesus bagi kita untuk menjadi penyalur berkat bagi sesama yang lain, atau dalam bahasa Injil hari ini kita mesti menjadi “pohon yang baik” yang selalu mampu menghasilkan buah yang baik untuk kebahagiaan dan keselamatan orang lain. Sebagai orang beriman, kita harus berani dan setia menunjukkan hakikat panggilan kita sebagai murid Kristus. Hal itu ditunjukkan dengan terus bertutur kata yang baik dan sikap yang bijak kepada sesama. Perumpamaan tentang “pohon yang baik yang selalu menghasilkan buah yang baik” ingin menyadarkan kita semua bahwa menjadi seorang murid Kristus harus memiliki kesadaran untuk terus menjadi berkat bagi sesama. Kita harus menjadi “pohon yang baik” yang selalu menghasilkan buah yang baik melalui tutur kata dan sikap kita kepada sesama. Mengenai hal ini, Yesus dengan tegas mengatakan: “Tidak ada pohon baik yang menghasilkan buah yang tidak baik. Dan tidak ada pula pohon yang tidak baik yang menghasilkan buah yang baik. Sebab setiap pohon dikenal dari buahnya” (Luk. 6:43-44). Apa yang Yesus maksudkan dari pernyataan ini terungkap dalam ayat selanjutnya: “Orang yang baik mengeluarkan barang yang baik dari perbendaharaan hatinya yang baik. Tetapi orang yang jahat mengeluarkan barang yang jahat dari perbendaharaan hatinya yang jahat. Sebab yang diucapkan melalui mulut, meluap dari hati” (Luk. 6:45).

Bapak/Ibu, Saudara/-I, yang terkasih dalam Kristus Tuhan

Dalam dan melalui Injil hari ini, Yesus menyadarkan kita bahwa segala sesuatu yang kita bicarakan dan lakukan selalu keluar dari perbendaharaan hati kita. Segala yang baik pasti keluar dari perbendaharaan hati yang baik, dan sebaliknya semua yang buruk pasti terpancar dari perbendaharaan hati yang buruk pula. Sebagai pengikut Kristus, kita harus mempunyai pilihan sikap yang tegas yakni keberanian untuk selalu berbuat baik. Segala sesuatu yang kita jalankan harus keluar dari ketulusan hati, bukan atas paksaan. Setiap kebaikan yang kita taburkan kepada orang mesti dilandasi oleh semangat kasih dan solidaritas bukan karena mau mencari tenar dan kehormatan semu. Kita semua menjadi terhormat di mata Tuhan bukan dilihat dari segi posisi atau jabatan duniawi yang melekat pada diri kita, bukan juga pada takhta atau harta yang kita miliki, tetapi pada hati yang selalu mau berbagi, pada sikap yang baik, dan pada setiap tutur kata yang ramah kasih. Pada titik inilah, kehadiran diri kita sesungguhnya menjadi bermakna dan bernilai baik bagi mata Tuhan maupun di mata semua orang. Semoga Tuhan selalu menyelamatkan kita semua.  Amin.

Related posts
Tutup
Tutup