Tokoh Pemuda Minta Pansel DPRP Otsus PBD Kaji Ulang Pembagian Kuota Kursi Berdasarkan Jumlah Penduduk OAP

Sorong, Kasuarinews.com – Panitia Seleksi (Pansel) DPRP Jalur pengangkatan (Otsus) Provinsi Papua Barat Daya diingatkan untuk tidak membuat gerakan-gerakan tambahan, yang dapat merugikan hak-hak politik dan konstitusional masyarakat adat, sehingga berpotensi terjadinya gesekan dan gangguan stabilitas keamanan.

Tokoh Pemuda Papu Barat Daya Saul Tawar menegaskan, Pansel DPRP Jalur Pengangkatan harus berpegang teguh dan konsisten pada aturan hukum serta petunjuk teknis (Juknis) yang sudah disepakati bersama dan ditetapkan.

Pansel, tegas Saul, tidak diperkenankan untuk mengubah, apalagi mengmbil keputusan diluar koridor hukum dan kesepakatan yang telah ditetapkan, karena berpotensi melanggar hukum dan menimbulkan keresahan bahkan gesekan di kalangan masyarakat sesama orang asli Papua (OAP).

“Kami meminta dengan tegas, kepada Pansel DPRP Jalur Otsus Provinsi Papua Barat Daya, agar komit dan konsisten menjalankan aturan yang ada. Jangan membuat keputusan yang berada diluar koridor hukum, karena selain akan berhadapan dengan hukum itu sendiri, juga tentu akan memantik potensi gesekan di kalangan masyarakat sesama OAP,” ujar Saul, dalam press releasenya yang diterima media ini, Senin (13/01/2025).

Saul memfokuskan penyampaiannya pada perkembangan terakhir proses rekrutmen oleh Pansel DPRP Jalur Pengangkatan Provinsi PBD yang menurutnya sudah terkesan lari dari aturan dan petunjuk teknis. Ia menekankan bahwa sesuai mekanisme awal setiap kabupaten dan kota hanya diberi kuota satu kursi. Namun, belakangan disinyalir ada aturan baru yakni pembagian kursi per kabupaten kota berdasarkan jumlah penduduk terbanyak OAP.

Hal ini, kata dia, sangat tidak mendasar karena tidak mewakili keterwakilan suku-suku asli seperti Suku Moi, Maybrat, Imeko dan dan beberapa suku lainnya di wilayah adat Doberai, sehingga keputusan pansel dalam membagi kursi otonomi khsusus berdasarkan jumlah penduduk OAP perlu dikaji ulang secara ilmiah, karena akan menimbulkan kecemburuan sosial diantara suku-suku asli Papua di wilayah adat Doberai.

“Setahu kami aturan awal itu kan setiap kabupaten kota kuotanya satu-satu kursi, entah penduduk OAP banyak atau sedikit tetap satu kursi saja. Kalau kemudian ada kebijakan membagi kursi berdasarkan jumlah penduduk OAP terbanyak, saya kira keputusan itu perlu dikaji ulang secara ilmiah. Ini penting supaya tidak mengorbankan hak politik masyatakat adat dari setiap suku yang ada, dan yang paling penting tidak menimbulkan gesekan antar kita sesama OAP,” tegas Saul.

Pada kesempatan itu, Saul juga menekankan anggota Pansel untuk teguh menjaga independensi dan profesionalitas dalam menjalankan tahapan seleksi. Pansel, sebut Saul, tidak boleh tunduk pada intervensi, iming-iming maupun intimidasi dari pihak manapun. Pansel dibentuk berdasarkan amanat UU Otsus dan bekerja berdasarkan perintah undang-undang, bukan perintah pihak-pihak tertentu yang ingin merengkuh jabatan secara tidak bermartabat.

Namun demikian, ia berpesan agar Pansel tetap membuka ruang bagi masyarakat dan semua pihak, untuk memberikan tanggapan dan masukan terkait hasil kerja, juga hasil seleksi, dalam hal ini nama-nama yang saat ini sudah dinyatakan lolos tahapan seleksi sebelumnya. Masukan-masukan tersebut, harus dikaji untuk memperkaya bobot setiap keputusan yang nanti diambil oleh Pansel.

“Tugas anda (Pansel) adalah memastikan tahapan seleksi ini sesuai dengan koridor aturan, sehingga siapapun yang nanti terpilih merupakan mereka yang menenuhi asas partisipatif, representatif dan kualitatif dari segmen orang asli Papua itu sendiri. Jangan takut atau terpengaruh dengan intervensi, iming-iming maupun intimidasi, bahkan jika itu datang dari kepala daerah atau pihak manapun,” tutup Saul. [SIUS]

Related posts
Tutup
Tutup