Diduga Masuk Angin, Pemerhati Otsus Warning Pansel DPRP Otsus PBD

Sorong, Kasuarinews.com – Tahapan seleksi bagi calon anggota DPRP Jalur Pengangkatan Provinsi Papua Barat Daya, saat ini sudah memasuki tahap akhir. Sebentar lagi, publik akan mengetahui siapa para wakil rakyat terpilih yang akan duduk di kursi dewan sebagai perwakilan mereka.

Namun, ditengah penantian menyambut euforia pemilihan anggota DPR Otsus itu, kabar tidak mengenakan justru berseliweran di ruang publik, yang membuat masyarakat kian menaruh curiga kepada panitia seleksi (Pansel) karena diduga tidak profesional dalam menjalankan tugas.

Beredar informasi bahwa Pansel DPRP Otsus Provinsi Papua Barat Daya, diduga kuat telah “masuk angin” sehingga hasil yang nanti diumumkan besar kemungkinan tidak berdasarkan nilai kompetensi dan syarat utama lainnya yang diamanatkan UU Otsus dan petunjuk teknis (Juknis), tentang tata cara pengangkatan DPRP Otsus.

Ada dugaan pengaturan skor atau nilai tes bagi para peserta seleksi yang diskemakan sedemikian rupa oleh Pansel, demi meloloskan calon-calon titipan, baik dari pemangku kepentingan maupun kelompok entitas tertentu, sehingga hasil yang nanti dikeluarkan tidak lagi murni merupakan nilai kompetensi atau kemampuan para peserta.

Terkait hal itu, pemerhati otonomi khusus (Otsus) Papua Edy Klaus Kirihio, secara tegas memberi warning kepada Pansel untuk tidak bergeser dari koridor aturan yang ada, karena dampaknya sangat berbahaya, baik dalam konteks hukum maupun dalam kaitannya dengan stabilitas keamanan daerah.

Apalagi, sebut dia, diketahui bahwa para peserta diduga dipaksa untuk menandatangani surat pernyataan atau pakta integritas yang, mengikat para peserta untuk kemudian tidak menggugat Pansel pasca pengumuman hasil. Hal ini, tentu sangat berlawanan dengan norma hukum, yang memberi keleluasaan bagi siapa saja mendapatkan keadilan menggunakan hak konstitusionalnya.

Kirihio menekankan, dari sisi hukum tentu setiap keputusan yang tidak sesuai aturan, pasti akan digugat oleh pihak yang merasa tidak puas. Tentu hal ini akan menjadi preseden buruk dalam proses seleksi Anggota DPRP Otsus kedepannya. Selain itu, bagi Pansel sendiri tentu bisa beresiko dijerat oleh hukum itu sendiri akibat ketidakprofesionalannya.

Selain meminta Pansel kembali pada aturan dan tidak tergiur dengan iming-iming pihak tertentu yang ingin meloloskan calon titipan, Kirihio juga menyeruhkan kepada pemerintah pusat agar ikut mengawasi bahkan segera mengevaluasi kinerja Pansel DPRP Otsus Papua Barat Daya, sebelum terlambat.

“Kami sampaikan kepada Presiden Republik Indonesia, Mengkopolkam, Menteri dalam negeri, Menhan, Panglima TNI, Kapolri, Kepala BIN RI, Kejaksaan Tinggi RI untuk menekan Pansel DPRP PBD dalam menetapkan nama-nama calon terpilih harus melihat rekam jejak ketokohan dalam menyelesaikan permasalahan adat di wilayah Papua Barat Daya, bukan hasil masuk angin dan menerima sesuatu titipan,” tegas Kirihio.

Hal ini, lanjut Kirihio sangat penting dan urgen, karena bukan tidak mungkin, hasil pemilihan anggota DPRP Otsus ini bisa berdampak pada semua sektor dalam perjalanan pemerintahan maupun progres pembangunan di daerah. Jika hasil yang dikeluarkan tidak sesuai aturan maka sudah pasti akan ada riak-riak perlawanan yang muncul yang mungkin bisa berakibat fatal pada gangguan stabilitas keamanan di daerah.

Hal ini, sebut dia harus menjadi atensi bagi pemerintah pusat mengingat kepentingan negara di tanah Papua khususnya di Papua Barat Daya lebih penting ketimbang kepentingan kelompok atau individu tertentu. Melalui hasil seleksi tersebut Pansel harus bisa memberi jaminan bahwa kedepan daerah ini tetap aman dan damai.

“Kami minta surat penandatanganan pakta integritas dicabut sehingga semua calon DPRP PBD mempunyai hak konstitusional untuk menggugat. Terkait informasi adanya pengaturan skor kami meminta untuk semua hasil tes dikembalikan kepada Presiden RI untuk menetapkan berdasarkan nilai yang sesunggunggnya,” ujar Kirihio.

Selain persoalan hukum dan stabilitas keamanan, Kirihio juga mengingatkan Pansel terkait masa depan orang asli Papua (OAP) lima tahun kedepan. Karena jika orang yang dipilih tidak sesuai dengan asas-asas aspiratif, representatif dan kualified maka sudah pasti hak-hak dasar OAP kedepan tidak akan dikawal dan diperjuangkan dengan baik, sehingga bukan tidak mungkin OAP akan terus berteriak atas ketidakadilan yang mereka rasakan.

“Jangan meloloskan orang-orang yang hanya mengurus diri sendiri dan tidak melihat masyarakat, kemudian jika ada persoalan adat mereka tidak akan bisa menyelesaikannya. Ini akan berdampak pada gangguan stabilitas keamanan yang tentu impaknya bisa menganggu aktivitas invvestasi negara di tanah Papua khususnya Papua Barat Daya,” pungkasnya. [LAU]

Related posts
Tutup
Tutup